“Kapan kawin?”
Mungkin inilah momok terbesar yang dialami oleh laki-laki maupun
perempuan dewasa yang masih jomblo. Namun demikian, tahukah anda bahwa tak
selamanya penduduk yang telah menikah memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih
tinggi daripada si “jomblo”?
Indikator-indikator ekonomi saat ini memiliki
keterbatasan dalam merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada
saat ini, persepsi mayoritas penduduk tentang pembangunan terbatas pada hal-hal
materialis seperti pembangunan ekonomi dan penurunan kemiskinan. Namun demikian
hal ini dirasa belum cukup untuk menggambarkan yang sesungguhnya.
Selama ini BPS telah menghitung Indeks
Kebahagiaan sebagai salah satu indikator kesejahteraan diluar indikator-indikator
ekonomi yang ada. Kebahagiaan merupakan suatu hal yang dirasakan dan
dipersiapkan secara berbeda oleh setiap individu. Oleh karena itu, pengukuran
kebahagiaan merupakan hal sangat bersifat subjektif. Berbagai penelitian tentang indeks kebahagiaan
mengaitkan kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan subjektif dengan
komponen kepuasan hidup dan emosi positif. Dalam hal kebijakan publik, kepuasan
hidup merupakan komponen yang sangat penting untuk dilakukan pengukuran.
Pada tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan
Survey Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2014 dengan responden kepala
rumah tangga atau pasangan kepala rumah tangga. Survey ini menghasilkan
indikator kebahagiaan yang terdiri dari tingkat kepuasan terhadap sepuluh aspek
yang terdiri dari: 1)kesehatan, 2)pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan rumah
tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersedaan waktu luang, 7) hubungan
sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan, 10) kondisi keamanan.
Gambaran
umum
Secara umum, indeks kebahagiaan Indonesia pada
2014 sebesar 68,28 dengan skala 0-100. Nilai ini meningkat sebesar 3,17 poin
dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2014, kepuasan
orang Indonesia lebih meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan proporsinya, tiga aspek yang
memiliki kontribusi terbesar yakni pendapatan rumah tangga (14,64 persen),
kondisi rumah dan aset (13,22 persen), dan pekerjaan (13,12 persen). Hal
menunjukkan aspek finansial sangat berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan
seseorang. Berdasarkan masing-masing aspek yang membangunnya, peningkatan
tertinggi terjadi pada aspek pendapatan rumah tangga, yakni sebesar 5,06 poin
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didukung fakta bahwa pendapatan per
kapita Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan dari 28,890 juta rupiah
menjadi 31,360 juta rupiah. Sementara itu, tingkat kepuasan terhadap
keharmonisan keluarga mengalami peningkatan paling rendah dengan peningkatan
sebesar 0,78 poin. Angka tersebut tidak banyak berubah dibandingkan dengan
tahun lalu dengan pendekatan indikator jumlah perceraian Indonesia yang tidak
banyak berubah secara signifikan.
Sementara itu, tingkat kepuasan paling rendah
terjadi pada aspek pendidikan. Pada tahun 2014, tingkat kepuasan pendidikan
berada pada kisaran 58,28 poin. Hal ini didukung pada fakta bahwa pada tahun
2014, rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas berkisar 7,73
tahun. Hal tersebut jauh dari harapan penduduk bahwa harapan lama sekolah
penduduk Indonesia berada pada kisaran 12,39 tahun.
Indeks
Kebahagiaan menurut Karakteristik Demografi dan Ekonomi
Berdasarkan karakteristik demografi dan
ekonomi, indeks kebahagiaan tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan tahun 2014.
Ada beberapa hal menarik yang dapat dikaji dalam hasil indeks kebahagiaan.
Berdasarkan status urban-rural, Indeks
kebahagiaan di perkotaan lebih tinggi dibanding di pedesaan. Hal ini ternyata
menarik bahwa orang-orang di desa lebih bahagia dengan segala keterbatasan
infrastrukturnya. Semakin rendahnya persaingan antar golongan sosial dan
prinsip sama rata sama rasa penduduk desa membuat penduduk pedesaan lebih bahagia dan menikmati
hidup.
Selanjutnya, semakin tinggi tingkat pendidikan
maka semakin bahagia penduduk Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan
kesempatan kerja dan semakin tingginya pendapatan yang akan diraih oleh
golongan pendidikan tinggi. Semakin tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga,
maka semakin tinggi pula indeks kebahagiaanya. Prinsip kebanyakan orang selama
ini bahwa uang bukan segalanya namun segalanya dengan uang ternyata benar-benar
berlaku pada penduduk Indonesia. Pada penduduk dengan pendapatan lebih dari 7,2
juta per bulan, indeks kebahagiaanya mencapai 76,34. Sementara itu,penduduk
dengan tingkat pendapatan kurang dari 1,8 juta rupiah, indeks kebahagaiaanya
hanya berada pada kisaran 64,58.
Sementara itu, prinsip “makan gak makan kumpul”
ternyata juga masih berlaku bagi penduduk Indonesia. Berdasarkan penelitian
ini, terdapat kecenderungan semakin banyak anggota rumah tangga dengan jumlah
anggota rumah tangga 1-4 orang, semakin tinggi pula indeks kebahagiaan penduduk
Indonesia.
Selain hal –hal tersebut, ternyata penduduk
berstatus belum menikah mempunyai indeks kebahagiaan paling tinggi dibandingkan
dengan penduduk menikah, cerai hidup, dan cerai mati. Hal tersebut menunjukkan
bahwa permasalahan yang ditanggung oleh penduduk belum menikah belum terlalu
kompleks.
Kata siapa jomblo tidak bahagia, ya ga mblo?
Penulis adalah Staf Seksi
Nerwilis BPS Kota Palu