Kata siapa jomblo tidak bahagia - Berita dan Siaran Pers - Badan Pusat Statistik Kota Palu

Laporkan pengaduan Anda melalui : s.bps.go.id/7271pengaduan

BPS Kota Palu menuju WBK & WBBM

Kata siapa jomblo tidak bahagia

Kata siapa jomblo tidak bahagia

11 Maret 2017 | Kegiatan Statistik Lainnya


“Kapan kawin?”  Mungkin inilah momok terbesar yang dialami oleh laki-laki maupun perempuan dewasa yang masih jomblo. Namun demikian, tahukah anda bahwa tak selamanya penduduk yang telah menikah memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi daripada si “jomblo”?

Indikator-indikator ekonomi saat ini memiliki keterbatasan dalam merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada saat ini, persepsi mayoritas penduduk tentang pembangunan terbatas pada hal-hal materialis seperti pembangunan ekonomi dan penurunan kemiskinan. Namun demikian hal ini dirasa belum cukup untuk menggambarkan yang sesungguhnya.

Selama ini BPS telah menghitung Indeks Kebahagiaan sebagai salah satu indikator kesejahteraan diluar indikator-indikator ekonomi yang ada. Kebahagiaan merupakan suatu hal yang dirasakan dan dipersiapkan secara berbeda oleh setiap individu. Oleh karena itu, pengukuran kebahagiaan merupakan hal sangat bersifat subjektif.  Berbagai penelitian tentang indeks kebahagiaan mengaitkan kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan subjektif dengan komponen kepuasan hidup dan emosi positif. Dalam hal kebijakan publik, kepuasan hidup merupakan komponen yang sangat penting untuk dilakukan pengukuran.

Pada tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Survey Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2014 dengan responden kepala rumah tangga atau pasangan kepala rumah tangga. Survey ini menghasilkan indikator kebahagiaan yang terdiri dari tingkat kepuasan terhadap sepuluh aspek yang terdiri dari: 1)kesehatan, 2)pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersedaan waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan, 10) kondisi keamanan.

Gambaran umum

Secara umum, indeks kebahagiaan Indonesia pada 2014 sebesar 68,28 dengan skala 0-100. Nilai ini meningkat sebesar 3,17 poin dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2014, kepuasan orang Indonesia lebih meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Berdasarkan proporsinya, tiga aspek yang memiliki kontribusi terbesar yakni pendapatan rumah tangga (14,64 persen), kondisi rumah dan aset (13,22 persen), dan pekerjaan (13,12 persen). Hal menunjukkan aspek finansial sangat berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan seseorang. Berdasarkan masing-masing aspek yang membangunnya, peningkatan tertinggi terjadi pada aspek pendapatan rumah tangga, yakni sebesar 5,06 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didukung fakta bahwa pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan dari 28,890 juta rupiah menjadi 31,360 juta rupiah. Sementara itu, tingkat kepuasan terhadap keharmonisan keluarga mengalami peningkatan paling rendah dengan peningkatan sebesar 0,78 poin. Angka tersebut tidak banyak berubah dibandingkan dengan tahun lalu dengan pendekatan indikator jumlah perceraian Indonesia yang tidak banyak berubah secara signifikan.

Sementara itu, tingkat kepuasan paling rendah terjadi pada aspek pendidikan. Pada tahun 2014, tingkat kepuasan pendidikan berada pada kisaran 58,28 poin. Hal ini didukung pada fakta bahwa pada tahun 2014, rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas berkisar 7,73 tahun. Hal tersebut jauh dari harapan penduduk bahwa harapan lama sekolah penduduk Indonesia berada pada kisaran 12,39 tahun.

Indeks Kebahagiaan menurut Karakteristik Demografi dan Ekonomi

Berdasarkan karakteristik demografi dan ekonomi, indeks kebahagiaan tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan tahun 2014. Ada beberapa hal menarik yang dapat dikaji dalam hasil indeks kebahagiaan.

Berdasarkan status urban-rural, Indeks kebahagiaan di perkotaan lebih tinggi dibanding di pedesaan. Hal ini ternyata menarik bahwa orang-orang di desa lebih bahagia dengan segala keterbatasan infrastrukturnya. Semakin rendahnya persaingan antar golongan sosial dan prinsip sama rata sama rasa penduduk desa membuat  penduduk pedesaan lebih bahagia dan menikmati hidup.

Selanjutnya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin bahagia penduduk Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan kesempatan kerja dan semakin tingginya pendapatan yang akan diraih oleh golongan pendidikan tinggi. Semakin tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga, maka semakin tinggi pula indeks kebahagiaanya. Prinsip kebanyakan orang selama ini bahwa uang bukan segalanya namun segalanya dengan uang ternyata benar-benar berlaku pada penduduk Indonesia. Pada penduduk dengan pendapatan lebih dari 7,2 juta per bulan, indeks kebahagiaanya mencapai 76,34. Sementara itu,penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari 1,8 juta rupiah, indeks kebahagaiaanya hanya berada pada kisaran 64,58.

Sementara itu, prinsip “makan gak makan kumpul” ternyata juga masih berlaku bagi penduduk Indonesia. Berdasarkan penelitian ini, terdapat kecenderungan semakin banyak anggota rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga 1-4 orang, semakin tinggi pula indeks kebahagiaan penduduk Indonesia.  

Selain hal –hal tersebut, ternyata penduduk berstatus belum menikah mempunyai indeks kebahagiaan paling tinggi dibandingkan dengan penduduk menikah, cerai hidup, dan cerai mati. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan yang ditanggung oleh penduduk belum menikah belum terlalu kompleks.

Kata siapa jomblo tidak bahagia, ya ga mblo?

Penulis adalah Staf Seksi Nerwilis BPS Kota Palu

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kota Palu (BPS - Statistics Of Palu Municipality)Jl. Baruga No.19 Palu - Sulawesi Tengah 94234

Telp (62-451) 422066

Fax (62-451) 421266

Mailbox : bps7271@bps.go.id

logo_footer

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik